ST Burhanuddin Jabat Jaksa Agung, Jaksa Karir, Berwenang Usut Korupsi
Pelita Aceh.co.id – Beraneka peristiwa atas pelayanan dan penegakan hukum Kejaksaan Republik Indonesia sepanjang tahun 2024 terekam oleh media Adhyaksadigital.
Kejaksaan Hebat dan Humanis lewat pelayanan dan penegakan hukum Profesional, Berintegritas dan Humanis.Presiden Prabowo Subianto mengumumkan susunan Kabinet Merah Putih untuk membantunya dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029, Minggu 20 Oktober 2024.
Salah satunya adalah memberi amanah jabatan kepada Prof. Dr. Sanitiar Burhanuddin, SH.MM sebagai Jaksa Agung Kejaksaan Republik Indonesia. ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung untuk periode 2024-2029.
Jabatan ini merupakan jabatan untuk kedua kalinya bagi ST Burhanuddin. Pasalnya, sebelumnya dia Jaksa Agung Kejaksaan RI pada pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo – Wakil Presiden KH. Ma’aruf Amin, periode 2019-2024.
Sepanjang tahun 2024, diwarnai dengan pro dan kontra tentang siapa Jaksa Agung Kejaksaan Agung Republik Indonesia pilihan Presiden terpilih hasil Pemilu. Sehubungan dengan adanya gugatan uji materi yang diajukan seorang jaksa atas nama Jovi Andrea Bachtiar ke Mahkamah Konstitusi.
Dia mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya pengangkatan jabatan Jaksa Agung yang dimiliki Presiden.
Dalam gugatannya, Nomor 30/PUU-XXI/2023, jaksa Jovi meminta Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan atas uji materinya terkait apakah Jaksa Agung harus dari unsur Jaksa atau mantan atau pensiunan Jaksa ataukah non Jaksa, yang berafiliasi dengan kepentingan partai politik.
Putusan Mahkamah Konstitusi No.6/PUU-XXII/2024, di dalam salah satu pertimbangannya, MK menyebutkan bahwa posisi Jaksa Agung memerlukan independensi dan netralitas dalam menjalankan tugasnya, sehingga idealnya Jaksa Agung harus bebas dari afiliasi dengan partai politik.
Putusan yang dikeluarkan MK itu memberikan norma baru di dalam Undang-Undang tentang Kejaksaan, khususnya pengangkatan Jaksa Agung. Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambahkan syarat dalam UU Kejaksaan bahwa pengurus partai politik tidak boleh jadi Jaksa Agung.
Presiden mempunyai Hak Prerogratif dalam mengangkat para pembantunya, salah satunya Jaksa Agung yang duduk di Kabinet Kerja. Mengangkat dan memberhentikan menteri atau kepala lembaga negara.
Presiden berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri dalam kabinetnya, termasuk Jaksa Agung Kejaksaan Republik Indonesia.
Selanjutnya, terjadi pro kontra atas wewenang Kejaksaan mengusut berbagai kasus korupsi, sehingga adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi lewat putusannya menegaskan Kejaksaan memiliki kewenangan melakukan penyidikan untuk kepentingan penegakan hukum.
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan yang diajukan pemohon M Yasin Djamaludin yang meminta kewenangan jaksa mengusut kasus korupsi dihapuskan. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,”. MK membacakan putusan uji materi tersebut pada Selasa 16 Januari 2024.
Dalam putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Kewenangan Penyidikan merupakan open legal policy. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan diperlukan untuk kepentingan penegakan hukum khususnya tindak pidana khusus.
Kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik lazim di dunia internasional, khususnya untuk tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan tidak mengganggu proses check and balance.
Putusan itu mempertegas kewenangan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus korupsi. Kejagung meresponnya dan menyatakan bahwa putusan itu bersifat final dan mengikat sehingga tak ada lagi upaya hukum yang bisa diajukan pemohon.
Pada tahun 2024, Kejaksaan RI 2 (dua) kali memperingati Hari Lahirnya, yakni Hari Bhakti Adhyaksa dan Hari Ulang Tahun (HUT) Kejaksaan.
Tahun ini diputuskan setiap 2 September diperingati sebagai Hari Lahirnya Kejaksaan Republik Indonesia. Hal ini merujuk pada Jaksa Agung RI pertama R. Gatot Taroenamihardja yang dilantik pada 2 September 1945, menjadi tonggak sejarah hari lahirnya Kejaksaan RI.
Sedangkan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) 22 Juli merujuk pada terbitnya Surat Keputusan Presiden RI 1 Agustus 1960 No. 204/1960, yang kemudian disahkan menjadi UU. No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia.
Berawal dari sidang rapat Kabinet di era Orde Lama, pada Tanggal 22 Juli 1960, Pemerintahan Soekarno kala itu menginginkan Kejaksaan menjadi lembaga negara yang mandiri yang sebelumnya masih dalam satu satuan di Lembaga Kehakiman. Tanggal 22 Juli lantas ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Lembaga Kejaksaan RI.