Teror Senyap untuk Anak Buah Bapak Jidat Hitam

JANTHO (PA) – Aceh Besar kembali memanas. Suasana birokrasi yang selama ini tampak tenang mendadak berguncang setelah sejumlah nama pejabat era bapak jidat hitam dipanggil jaksa. Tak ada pengumuman resmi. Hanya secarik surat panggilan, dikirim diam-diam, lalu bocor ke publik pada Kamis, 1 Mei 2025.

Surat itu menyebut permintaan keterangan terhadap pejabat pengelola anggaran tahun 2023–2024. Sebagian telah dipanggil, lainnya masih menanti giliran. Sumber redaksi menyebut, salah satu pejabat yang tercantum namanya dalam surat tersebut enggan memberikan tanggapan saat dikonfirmasi. Ketakutan sudah menyelimuti.

Namun ini baru permukaan. Di balik pemanggilan jaksa, mulai terbuka simpul kekuasaan lama yang selama tiga tahun menjepit ruang-ruang birokrasi dan anggaran daerah. Era bapak jidat hitam bukan sekadar masa transisi kekuasaan, melainkan periode kelam ketika lobi, buzzer, dan “pawang proyek” mengatur semuanya—dari proyek fisik hingga jasa publikasi.

Dan semuanya dikendalikan oleh Mr M, sepupu dari bapak jidat hitam. Ini bukan isu. “Itu nyata, bisa tanya siapa saja di lingkup pemkab Aceh Besar, apalagi sama mantan Sekda—korban langsung dari keganasannya,” ujar seorang pejabat yang kini tak lagi punya jabatan.

Untuk urusan jasa publikasi, proyek-proyek disalurkan melalui petinggi organisasi kewartawanan setempat, yang kemudian mengatur distribusinya ke media-media tertentu. Beberapa di antaranya bahkan fiktif atau tidak layak secara administratif. Tapi selama loyal, mereka tetap mendapatkan jatah, bahkan sering lebih besar dari media profesional.

Bapak jidat hitam sendiri sejak muda sudah dipercaya mengelola anggaran media dan iklan pariwara di bidang kehumasan. “Makanya dia sangat mudah mengendalikan wartawan dan awak media, baik yang abal-abal hingga yang profesional level tinggi,” sebut seorang wartawan lokal asli Aceh Besar.

Saat menjabat, ia menekan media yang kritis, tapi memanjakan sekelompok wartawan senior yang saat itu dijadikan buzzer dan penasehat isu media. Tugas mereka sederhana: melawan isu yang dimainkan media-media kritis. Tak heran jika suara-suara lokal justru dikalahkan oleh narasi yang dibentuk media luar daerah. “Masa dia banyak pihak luar dijadikan stafsus,” sindir seorang jurnalis lokal yang sejak lama jadi target serangan mereka.

Dugaan permainan anggaran makin menguat di tahun ketiga jabatannya. Ia sempat disebut-sebut sebagai “anak emas” Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Ketika Nova lengser, perlindungan kekuasaan itu diteruskan oleh Ahmad Marzuki, lalu berlanjut dengan Safrizal, Pj Gubernur yang disebut satu kampung dengannya. Apalagi mereka sama-sama dari kawasan Blang Bintang Raya. Maka misi menyingkirkan Sekda Sulaimi pun berjalan mulus, sebab Sekda bukan dari daratan, melainkan putra pulau di tengah Samudra Hindia—jauh dari rumah orang tua Bapak Pj Gubernur saat itu.

Di akhir masa jabatannya, bapak jidat hitam disebut-sebut dengan tega memecat Sekda, bukan karena kinerja, tapi karena ancaman politik. “Dia sadar, kalau Sekda tetap di situ, besar kemungkinan bakal jadi penggantinya,” ujar seorang pejabat yang kini non-job. Safrizal, menurut berbagai sumber, mendukung langkah itu karena percaya penuh kepada bapak jidat hitam sebagai ‘putra kampung’.

Yang menarik, meskipun di wilayah kekuasaannya sendiri pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Muzakir Manaf–Fadhlullah kalah telak, bapak jidat hitam justru masih dipertahankan pada posisi strategis. Bahkan hingga kini, ia masih menjabat sebagai pejabat eselon dua di salah satu SKPA penting dalam era pemerintahan Muzakir Manaf–Fadhlullah. “Jaringannya luas, level nasional. Makanya Muzakir Manaf tak berani mengusik posisinya,” ungkap wartawan lokal itu yang tahu persis bagaimana lihainya bapak jidat hitam bermain.

Kini, satu per satu anak buah bapak jidat hitam mulai dipanggil aparat penegak hukum. Tapi yang paling ditunggu publik adalah: apakah sang bapak akan ikut terseret, atau tetap bisa bersembunyi di balik jejaringnya di Kemendagri dan alumni IPDN? Dan lebih penting lagi: berapa banyak buzzer, wartawan uzur, dan organisasi bayangan yang selama ini ikut mengamankan permainan akan ikut terseret dalam skandal yang mulai menyeruak ini?

“Dia pikir semua bisa diam dengan narasi,” ucap seorang wartawan muda. “Tapi sekarang, aroma busuk itu sudah sampai ke meja jaksa,” pungkas wartawan kritis itu. (EI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *