Dua Tantangan Santri dan Dua Syarat Keberhasilan

Dr. Teuku Zulkhairi, MA | FOR PELITAACEH.CO.ID

Oleh Dr. Teuku Zulkhairi, MA

Wakil Ketua Majelis Akreditasi Dayah Aceh (MADA). Ketua Bidang Humas PB HUDA dan Sekjend Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD)

PERJALANAN hidup membawa tantangan tersendiri bagi para pemuda umumnya dan santri khususnya. Ketika menimba ilmu di dayah, kami merasakan betul tantangan hidup dalam bentuk fisik maupun materi. Kami harus mandiri dalam segala hal: mencari bekal atau uang belanja untuk makan, memasak sendiri, dan mencuci baju tanpa bantuan. Semua pekerjaan dilakukan sendiri, di sela-sela waktu belajar yang padat.

Namun, para santri hari ini, kenikmatan hidup yang diberikan Allah terasa lebih berlimpah. Ketika tiba waktu makan, tidak perlu lagi repot-repot memasak, cukup ke dapur untuk menyantap hidangan yang telah tersedia. Baju pun tidak perlu dicuci sendiri karena sudah ada jasa laundry yang siap melayani.

Segala kemudahan ini adalah bentuk rezeki yang seharusnya disyukuri dengan meningkatkan semangat belajar.

Selain itu, di balik pemutaran kenikmatan dan kemudahan ini, para santri juga penting menyadari tantangan besar yang tidak bisa diabaikan oleh para santri karena dua masalah dewasa ini telah mendera dan merusak banyak sekali generasi muda. Tentu kita berharap santri kita dapat menjadi benteng pertahanan terakhir dari segala kerusakan.

Dua Tantangan : Android dan Narkoba

Pertama, tidak bisa dipungkiri, handphone saat ini menjadi kebutuhan dasar bagi banyak orang, termasuk para santri. Namun, dibalik manfaat teknologi ini, terdapat ancaman besar yang mengintai, yaitu kecanduan game, media sosial, dan berbagai aktivitas digital yang tidak produktif.

Teknologi memang membawa kemudahan, tetapi juga menimbulkan gangguan yang dapat menjauhkan seseorang dari tujuan utamanya.

Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh para pemuda kita di Aceh saat ini untuk bermain game dan menjadi kecanduan yang merusak? Ini adalah masalah serius yang kita berharap para santri kita dapat terhindar karena besarnya harapan agama dan bangsa ini kepada mereka.

Para santri kita di Aceh harus bisa melihat tantangan ini dan tentu akan ikut menerpa mereka saat mereka keluar dari lingkungan dayah, di mana pengawasan lebih longgar dan godaan dunia maya lebih besar. Kita betul-betul berharap agar para santri kita betul-betul terbebas dari permasalahan ini.

Tantangan kedua yang tidak kalah besar adalah narkoba. Di luar dayah, bahaya ini mengintai setiap pemuda. Narkoba adalah musuh yang dapat merusak masa depan seseorang dalam sekejap.

Betapa banyak pemuda yang berpotensi menjadi korban dari barang haram ini, dan akhirnya kehilangan arah hidup.

Sebagai santri, yang alhamdulillah terjaga selama di dayah, kewaspadaan harus terus dijaga saat keluar nanti. Ketika terjun ke masyarakat, godaan dan tekanan sosial sering kali datang tanpa disadari.

Teman-teman sebaya, lingkungan, atau bahkan rasa penasaran bisa menjadi awal mula seseorang terjerumus ke dalam lingkaran hitam narkoba.Buktinya, sejumlah berita memberitahu kita bahwa ada mantan santri yang kemudian menjadi pengedar narkoba. Itu artinya dia terjerumus setelah keluar dari dayah.

Maka santri harus sadar bahwa narkoba bukan hanya merusak tubuh, tetapi juga menghancurkan akhlak dan masa depan.

Oleh karena itu, menjaga diri dari segala bentuk narkoba dan pengaruh buruk lainnya adalah kewajiban mutlak yang harus dipegang erat-erat. Sekali lagi, kita berharap para santri ini betul-betul menjadi benteng pertahanan kita dari segala kerusakan.

Dua Syarat Keberhasilan: Ilmu dan Taqwa

Selain itu, di tengah tantangan besar yang dihadapi oleh generasi muda, khususnya para santri, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk memastikan kehidupan seorang pemuda bisa bermakna dan penuh keberhasilan. Dua syarat ini adalah ilmu dan ketaqwaan.

Sebagaimana Imam Syafi’i dalam suatu kata hikmahnya mengatakan,“Demi Allah, kehidupan seorang pemuda harus dengan ilmu dan ketakwaan. Apabila keduanya sudah tidak ada, maka tidak dianggap keberadaannya (di dunia ini)”.

Ilmu dan Taqwa ini bukanlah pilihan, melainkan niscaya. Tanpa ilmu, seseorang akan berjalan dalam kegelapan, tidak tahu arah dan tujuan hidup. Tanpa taqwa, ilmu yang dimiliki tidak akan membawa manfaat, baik di dunia maupun di akhirat.

Sebagai santri, waktu yang dihabiskan di dayah adalah kesempatan emas untuk menimba ilmu. Tidak ada fase hidup yang lebih baik untuk belajar selain di masa muda. Ilmu adalah landasan dari segala kesuksesan.

Ilmu yang dipelajari di dayah tidak hanya berupa ilmu agama, tetapi juga ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia. Oleh karena itu, setiap santri harus mengambil manfaat maksimal dari setiap pelajaran yang diajarkan di dayah dan kelak harus membawanya dalam kehidupan masyarakat kita sehingga Masyarakat kita pun tersinari oleh ilmu dan keteladanan.

Jadi, ilmu yang kita pelajari tentulah tidak cukup hanya dipelajari, melainkan harus diamalkan. Ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon tanpa buah, indah dipandang tetapi tidak memberikan manfaat.

Rasulullah Saw juga memperingatkan kita tentang ilmu yang tidak bermanfaat dalam doanya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”

Oleh karena itu, santri tidak hanya dituntut untuk pandai dalam teori, tetapi juga harus mampu mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan bermsyarakat sehingga Masyarakat kita menemukan keteladanan dalam menjalani kehidupan.

Ilmu tanpa taqwa tidak akan membawa manfaat yang hakiki. Taqwa adalah rasa takut dan cinta kepada Allah yang membimbing seseorang untuk selalu berjalan di jalan yang lurus.

Santri yang bertaqwa akan selalu menjaga akhlaknya, baik di dayah maupun di luar dayah. Ia tidak akan mudah terpengaruh oleh godaan dunia, karena hati terpaut kepada Allah. Dengan bertakwa, seorang santri akan memiliki benteng yang kuat untuk melawan segala godaan dan tantangan yang menghadangnya.

Taqwa juga akan menjadi pelindung dari berbagai bahaya yang mengintai, seperti narkoba dan kecanduan teknologi.

Seorang santri yang bertaqwa akan selalu menyadari bahwa hidup ini adalah ujian, dan ia harus selalu bersandar kepada Allah dalam setiap langkahnya. Rasulullah Saw bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah di mana pun kamu berada.”

Menjadi santri adalah sebuah kesempatan emas yang tidak dimiliki oleh semua orang. Santri tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga belajar bagaimana mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dayah adalah tempat di mana santri dibentuk menjadi pribadi yang berilmu dan bertaqwa. Oleh karena itu, setiap santri harus menghargai kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

Sebagai penutup, bahwa tantangan di luar dayah jauh lebih besar daripada tantangan di dalam dayah. Namun, dengan bekal ilmu dan taqwa, insya Allah setiap santri mampu menghadapi segala tantangan tersebut. Jadikan waktu di dayah sebagai waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.

Semoga para santri kita di Aceh khususnya di Indonesia umumnya mampu mencapai keberhasilan di dunia dan akhirat, dengan ilmu dan taqwa sebagai pemandu jalan mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *